ImajiSemu.com – Biasanya tulisan Adab dan Sunnah Berhari Raya ini ramai dikunjungi pada saat menjelang hari raya umat Islam, baik itu Idul Adha maupun Idul Fitri. Di mana masyarakat Indonesia kebanyakan mencari bahan bacaan untuk me-refresh pengetahuan mereka kembali untuk dapat melakukan dengan yang terbaik. Berikut adalah Adab dan Sunnah Berhari Raya:
1. Mandi Sebelum Shalat ‘Id
Ibnul Qayyim dalam Za’dul Maad mengatakan, Nabi mandi pada dua hari raya, telah terdapat hadits shahih tentang itu, dan ada pula dua hadits dhaif.
Terdapat riwayat yang shahih yang menceritakan bahwa Ibnu ‘Umar yang dikenal sangat mencontoh ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mandi pada hari ‘ied sebelum berangkat shalat. (Zaadul Ma’ad fii Hadyi Khoiril ‘Ibad, 1/425)
2. Memakai Pakaian Terbaik dan Minyak Wangi
Dari Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu, bahwa:
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan kami pada dua hari raya untuk memakai pakaian terbaik yang kami punya, dan memakai wangi-wangian yang terbaik yang kami punya, dan berkurban dengan hewan yang paling mahal yang kami punya. (HR. Al Hakim dalam Al Mustadrak, hasan)
3. Makan Dulu Sebelum Shalat Idul Fitri, Tidak Makan Dulu Sebelum Shalat Idul Adha
Terkadang kita lupa, sebelum shalat Idul Fitri makan dulu atau puasa dulu ? Dan saat Idul Adha bagaimana ? Berikut penjelasannya:
“Pada saat Idul Fitri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidaklah berangkat untuk shalat sebelum makan beberapa kurma.” Murajja bin Raja berkata, berkata kepadaku ‘Ubaidullah, katanya: berkata kepadaku Anas, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Beliau memakannya berjumlah ganjil.” (HR. Bukhari No. 953)
4. Melaksanakan Shalat ‘Id di Lapangan
Shalat hari raya di lapangan adalah sesuai dengan petunjuk Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, karena Beliau tidak pernah shalat Id, kecuali di lapangan (mushalla). Namun, jika ada halangan seperti hujan, lapangan yang berlumpur atau becek, tidak mengapa dilakukan di dalam masjid. Dikecualikan bagi penduduk Mekkah, shalat ‘Id di Masjidil Haram adalah lebih utama.
Baca juga: Doa Ketika Hujan Turun Dengan Terjemahan Lengkap
5. Dianjurkan Kaum Wanita dan Anak-anak Hadir di Lapangan
Mereka dianjurkan untuk keluar karena memang ini adalah hari raya mesti disambut dengan suka cita.
Ummu ‘Athiyah Radhiallahu ‘Anha berkata: “Kami diperintahkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk mengeluarkan anak-anak gadis, wanita haid, wanita yang dipingit, pada hari Idul Fitri dan idul Adha. Ada pun wanita haid, mereka terpisah dari tempat shalat. Agar mereka bisa menghadiri kebaikan dan doa kaum muslimin. Aku berkata: “Wahai Rasulullah, salah seorang kami tidak memiliki jilbab.” Beliau menajwab: “Hendaknya saudarinya memakaikan jilbabnya untuknya.” (HR. Bukhari dan Muslim, dan ini lafaznya Imam Muslim)
6. Shalat Hari Raya ‘Id
Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman:
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.” (QS. Al Kautsar: 2)
6.a. Tata Cara Shalat ‘Id
Jumlah raka’at shalat Idul Fithri dan Idul Adha adalah dua raka’at. Adapun tata caranya adalah sebagai berikut. (Shahih Fiqh Sunnah, 1/607)
- Memulai dengan takbiratul ihrom, sebagaimana shalat-shalat lainnya.
- Kemudian bertakbir (takbir zawa-id/tambahan) sebanyak tujuh kali takbir selain takbiratul ihrom sebelum memulai membaca Al Fatihah. Boleh mengangkat tangan ketika takbir-takbir tersebut sebagaimana yang dicontohkan oleh Ibnu ‘Umar. Ibnul Qayyim mengatakan, “Ibnu ‘Umar yang dikenal sangat meneladani Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam biasa mengangkat tangannya dalam setiap takbir.” (Shahih Fiqh Sunnah, 1/607)
- Di antara takbir zawa-id yang ada tadi tidak ada bacaan dzikir tertentu. Namun ada sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud, ia mengatakan, “Di antara tiap takbir, hendaklah menyanjung dan memuji Allah.” (Dikeluarkan oleh Al Baihaqi (3/291). Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid mengatakan bahwa sanad hadits ini qowiy (kuat). Lihat Ahkamul ‘Idain, Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid, hal. 21, Al Maktabah Al Islamiy, cetakan pertama, tahun 1405 H). Syaikhul Islam mengatakan bahwa sebagian salaf di antara tiap takbir membaca bacaan,
- سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ . اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي
- “Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaha illallah wallahu akbar. Allahummaghfirlii war hamnii (Maha suci Allah, segala pujian bagi-Nya, tidak ada sesembahan yang benar untuk disembah selain Allah. Ya Allah, ampunilah aku dan rahmatilah aku).” Namun ingat sekali lagi, bacaannya tidak dibatasi dengan bacaan ini saja. Boleh juga membaca bacaan lainnya asalkan di dalamnya berisi pujian pada Allah Ta’ala. Biasanya di Indonesia para imam atau panitia shalat Id mengingatkan untuk membaca “Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaha illallah wallahu akbar” saja.
- Kemudian membaca Al Fatihah, dilanjutkan dengan membaca surat lainnya. Surat yang dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah surat Qaaf pada raka’at pertama dan surat Al Qomar pada raka’at kedua. Ada riwayat bahwa ‘Umar bin Al Khattab pernah menanyakan pada Waqid Al Laitsiy mengenai surat apa yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat Idul Adha dan Idul Fithri. Ia pun menjawab,
- كَانَ يَقْرَأُ فِيهِمَا بِ (ق وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ) وَ (اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ)
- “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca “Qaaf, wal qur’anil majiid” (surat Qaaf) dan “Iqtarobatis saa’atu wan syaqqol qomar” (surat Al Qomar).” (HR. Muslim no. 891)
- Boleh juga membaca surat Al A’laa pada raka’at pertama dan surat Al Ghosiyah pada raka’at kedua. Dan jika hari ‘Id jatuh pada hari Jum’at, dianjurkan pula membaca surat Al A’laa pada raka’at pertama dan surat Al Ghosiyah pada raka’at kedua, pada shalat ‘Id maupun shalat Jum’at. Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
- كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقْرَأُ فِى الْعِيدَيْنِ وَفِى الْجُمُعَةِ بِ (سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى) وَ (هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ) قَالَ وَإِذَا اجْتَمَعَ الْعِيدُ وَالْجُمُعَةُ فِى يَوْمٍ وَاحِدٍ يَقْرَأُ بِهِمَا أَيْضًا فِى الصَّلاَتَيْنِ.
- “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca dalam shalat ‘Id maupun shalat Jum’at “Sabbihisma robbikal a’la” (surat Al A’laa)dan “Hal ataka haditsul ghosiyah” (surat Al Ghosiyah).” An Nu’man bin Basyir mengatakan begitu pula ketika hari ‘Id bertepatan dengan hari Jum’at, beliau membaca kedua surat tersebut di masing-masing shalat. (HR. Muslim no. 878)
- Setelah membaca surat, kemudian melakukan gerakan shalat seperti biasa (ruku, i’tidal, sujud, dst).
- Bertakbir ketika bangkit untuk mengerjakan raka’at kedua.
- Kemudian bertakbir zawa-id sebanyak lima kali takbir selain takbir bangkit dari sujud sebelum memulai membaca Al Fatihah.
- Kemudian membaca surat Al Fatihah dan surat lainnya sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
- Mengerjakan gerakan lainnya hingga salam.
7. Mendengarkan Khutbah Hari Raya
Berkhutbah hari raya adalah sunah menurut jumhur ulama, mendengarkannya juga sunah.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ketika shalat sudah selesai, beliau bersabda:
“Kami akan ber-khutbah, jadi siapa saja yang mau duduk mendengarkan khutbah maka duduklah, dan yang ingin pergi, pergilah!” (HR. Abu Daud, shahih)
Setelah baca ini, jangan langsung pulang ya ketika shalat Id sudah selesai, tapi dengarkan khutbah-nya dulu.
8. Berangkat dan Pulang Melewati Jalan yang Berbeda
Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:
“Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam jika keluar pada hari Id akan menempuh jalan yang berbeda.” (HR. Bukhari No. 986)
Meskipun mungkin agak sulit, tapi tidak ada salahnya di coba. Kan bisa sekalian silaturahmi dengan tetangga lainnya.
9. Mengucapkan Selamat Hari Raya: “Taqabbalallahu Minna wa Minka”
Imam Ibnu Hajar berkata:
“Kami meriwayatkan dalam kitab Al Mahamilliyat, dengan sanad yang hasan (bagus), dari Jubeir bin Nufair, katanya: dahulu para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam jika mereka berjumpa pada hari raya, satu sama lain berkata: “Taqabbalallahu minna wa minka.”
Kalau di Indonesia biasanya ada tambahan mohon maaf lahir dan batin, semoga kesalahan kita di masalalu diampunkan dan ibadah kita di terima. Aamiin
10. Bergembira dengan Pesta yang Halal
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam datang ke Madinah, saat itu mereka memiliki dua hari untuk bermain-main. Lalu Beliau bersabda:
“Dua hari apa ini?” Mereka menjawab: “Dahulu, ketika kami masih jahiliyah kami bermain-main pada dua hari ini.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Sesungguhnya Allah telah menggantikan buat kalian dua hari itu dengan yang lebih baik darinya, yaitu Idul Adha dan Idul Fitri.” (HR. Abu Daud)
11. Bertakbir Pada Hari Raya
Untuk bertakbir pada ‘Idul Fitri, Allah Ta’ala berfirman:
“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah (bertakbir) atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah (2): 185)
11.a. Tata Cara Takbir Ketika Berangkat Shalat ‘Id
- Disyariatkan dilakukan oleh setiap orang dengan mengeraskan bacaan takbirnya. Ini berdasarkan kesepakatan empat ulama mazhab. (Lihat Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 24/220, Darul Wafa’, cetakan ketiga, tahun 1426 H.)
- Di antara lafazh takbir adalah,
اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
- “Allahu akbar, Allahu akbar, laa ilaaha illallah wallahu akbar, Allahu akbar wa lillahil hamd (Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar selain Allah, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala pujian hanya untuk-Nya)” Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa lafazh ini dinukil dari banyak sahabat, bahkan ada riwayat yang menyatakan bahwa lafazh ini marfu’ yaitu sampai pada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam . (Lihat Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 24/220, Darul Wafa’, cetakan ketiga, tahun 1426 H.)
- Syaikhul Islam juga menerangkan bahwa jika seseorang mengucapkan “Allahu Akbar, Allahu akbar, Allahu akbar”, itu juga diperbolehkan. (Lihat Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 24/220, Darul Wafa’, cetakan ketiga, tahun 1426 H.)
Demikianlah kiranya bisa menjadi pengingat dan wawasan tambahan pengetahuan bagi kita semua.